Tak jarang kita bisa membedakan seseorang dari penampilannya. Dari kemeja yang dia pakai, merk sepatu yang dia pakai, jam tangan yang dia kenakan, celana yang dia pakai atau pernak-pernik lain yang ada di tubuhnya. Bahkan untuk membedakan pendeta atau tidak pun sangat gampang hanya melihat penampilannya saja. Apabila dia mengenakan kemeja yang bagus dan didandani dasi yang mentereng, sepatu pantofel yang mengkilap, sisiran yang mantap maka tak salah lagi, dia adalah pendeta. Akan tetapi apabila penampilan yang acak-acakan, rambut gimbal, gaya yang sok dan tubuhnya penuh tato maka kita akan mengasumsikan bahwa dia adalah preman atau penjahat atau termasuk dalam kelas oarng yang tidak baik. Apalagi jika mukanya sangar dan penuh kebencian atau kebengisan, menandakan bahwa dia adalah orang yang tidak baik-baik. Keadaan penampilan bisa kita jadikan sebagai sebuah criteria penilaian seseorang. Hal ini dimaksudkan agar seorang pendeta agar tetap menjaga diri baik dari fisik, penampilan, tindakan, tutur kata, keimanan dan segala tindak-tanduknya karena dialah yang menjadi panutan jemaat.
Tapi seiring perkembanganm zaman sudah banyak kita jumpai bahwa pendeta tidak lagi seperti yang digambarkan di atas. Banyak pendeta yang dalam penampilannya telah memberikan suatu corak perubahan, tidak mau terikat dengan atribut yang terlalu kaku. Sehingga sekarang butuh akal yang bijak untuk bisa membedakan apakah seseorang itu pendeta atau tidak jika menilai hanya dari penampilan. Tapi hal yang paling dan sangat esensial sebenarnya adalah tentang keimanan, menyangkut hubungan dengan Tuhan Pencipta kita. Itulah hakiki dari seorang pendeta bahkan seluruh umat Kristiani. Pada zaman rasul Paulus hal ini juga sudah terjadi yaitu antara Yahudi dan non Yahudi. Moral dan etika begitu terpuruk sehingga orang Kristen tidak mampu mempertahankan keberadaannya. Padahal jika kita benar-benar mengandalkan Tuhan dalam kehidupan kita maka orang Kristen harus mampu menunjukkan eksistensi dan ciri khasnya di tengah-tengah dunia. Bukan malah terpuruk dengan gelapnya dunia ini.
Apa persembahan yang paling mahal yang telah kita berikan kepada Allah? Apakah ada berkat yang kita terima yang tidak berasal dari Allah? Uang bukanlah sesuatu yang sangat paling berharga sebagai persembahan. Tetapi sebagaimana tertulis dalam Roma 12:1 “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: itu adalah ibadahmu yang sejati”. Ayat tersebut mengingatkan kita bahwa tubuh kitalah yang menjadi persembahan yang sangat berharga bagi Tuhan artinya kita harus menjaga kekudusan tubuh, kita harus menggunakan tubuh untuk hal-hal yang baik, kita tidak boleh melukai atau merusak tubuh karena kita harus mempersembahkan tubuh kita tanpa cacat kepada Tuhan. Sebab Allah yang mempunyai kita semuanya dan tubuh kita adalah bait Allah sehingga kita harus menjaganya dengan sempurna.
Seorang Kristen dituntut untuk menunjukkan totalitas eksistensi dari kehidupan yang dijalaninya, baik dia seorang mahasiswa di kampus, seorang direktur di sebuah perusahaan terkemuka, seorang rector di sebuah universitas ternama, seorang anggota dewan sekalipun harus senantiasa menunjukkan dan bersikap sebagaimana yang diperintahkan dalam firmanNya. Seorang Kristen memerlukan jati diri yang tegas dan harus mampu mempertahankannya. Dalam Josua 24:15(b) disebutkan: “Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada TUHAN!”. Pilihan itu disampaikan Joshua kepada Israel ketika mereka berada di Sikhem. Apakah bangsa Israel masih tetap menyembah Allahnya Abraham atau allah lain? Dan Israel tetap memilih menyembah Allah Abraham, Allah yang hidup yang telah selalu menyertai mereka.
Hidup ini adalah pilihan. Ketika kita pergi ke gereja untuk beribadah juga adalah sebuah pilihan, yaitu pilihan antara beribadah atau memilih ke mall, memilih tidur, memilih malas, memilih menonton atau memilih pilihan yang lain. Tetapi orang Kristen harus memunjukkan pilihannya untuk Tuhan. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini. Ada falsafah atau perumpamaan orang batak yang menyatakan “eme ne masak di gagat ursa, ia I na masa ba ima ni ula” artinya apa yang diperbuat itu jugalah yang kita perbuat. Hendaknya perumpamaan ini berlaku untuk hal-hal yang dimaksud baik. Jangan orang lain membunuh, kita ikut-ikutan membunuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar