Minggu, 11 Oktober 2009

Persembahan ke Gereja

Ada hal yang janggal saya ketika aku memcoba memahami makna kata yang terkandung dalam Buku Ende Nomor 204. Karena ketika diperhatikan implementasi dalam kehidupan gereja, justru kejadian sebaliknya yang terjadi.
Kutipan lagunya sebagai berikut”
Buku Ende Nomor 204 ayat 2:
“ Nasa na ni lehon Mi, tondi rodi pamatangku,
Hosa dohot gogongki, rodi saluhut artangku,
Hupasahat I tu Ho, na so unsatonku do.


Lagu itu menunjukkan bagaimana kita harus menyerahkan hidup jiwa roh dan segala harta kita kepada Tuhan. Karena apa? Itu semua adalah MilikNya. Namun ketika kuperhatikan dalam kebaktian-kebaktian gereja, dominan para jemaat tidak memberikan persembahan secara tulus atau tidak mempersiapkan terlebih dahulu persemabhannya. Yang terjadi adalah ketika kantong persembahan beredar, maka jemaat kelabakan atau buru-buru mengambil uanga dari dompetnya atau dari saku. Padahal yang lebih baik adalah sudah mempersiapkan terlebih dahulu. Dan hal lain yang terjadi adalah “memilih” uang persembahan yang cocok. Ini yang sangat tidak baik menurutku. Misalnya ketika dia mengambil uang dari dompetnya dan kebetulan pecahan 20ribu atau 50 ribu yang tertarik maka otomatis uang itu akan diganti dan dicarai lagi dengan harga yang lebih cocok, yaitu dengan harga seribu perak atau 5ribu.
Yang saya maksud disini adalah bukan masalah berapa nominal yang pantas kita kasih, tapi bagaimana kesediaan kita untuk memberikan persembahan kepada Tuhan yang telah memberikan kepada kita nafas kehidupan sepanjang detik, menit, jam, hari, minggu, bulan, tahun, windu, dasawarsa, dan waktu yang lebih lagi. Apakah kehidupan yang telah diberikan Tuhan kepada kita pantas kita hargai atau balas dengan sebesar itu, atau pantaskah kita menerima berkat-berkat yang berlimpah ruah tanpa kita memberikan sesuatu untuk Pelebaran Kerajaan Tuhan?
Semoga tulisan ini menjadi Renungan bagi kita.



Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor