Sejak 5-7 Oktober kemarin partai yang berlambang Pohon Beringin ini mengadakan konvensi untuk pemilihan Ketua Umum. Ada 4 orang yang menjadi calonnya yaitu Abu Rizal Bakrie ato sering disebut Ical, Surya Paloh, Tommy Soeharto dan Yuddy Chrisnandi. Dari keempat calon tersebut ada 2 yang saya jagokan yaitu Bang Ical dan Surya Paloh mengingat karier dan perjuangan mereka di Partai sudah mendaging sedangkan Tommy dan Yuddy menurut saya masih terlalu muda untuk menjadi Ketum.
Ada hal yang menarik yang ingin saya sampaikan melalui tulisan ini tentang jalannya konvensi tersebut karena saya turut juga menyaksikan jalannya konvesnsi sampai subuh walau melalui media TV
Hal menarik yang pertama adalah ketika terjadi kekisruhan saat pemilihan. Ada beberapa perwakilan atau DPD yang sempat protes karena suara mereka hampir dinyatakan tidak sah sehingga mereka sempat di bawa ke luar ruangan dulu. Kemudian banyak juga terjadi interupsi dari para peserta. Saat itu yang menjadi pimpinan sidang adalah Bang Fadel (Gubernur Gorontalo kalau tidak salah_ “-“). Melihat suasana yang terjadi saat itu sempat timbul dalam benak saya kenapa pemilihan Ketua Umum Golkar ini disiarkan secara langsung. Karena sepertinya tidak etis menjadi konsumsi pemirsa tayangan tersebut, karena menyangkut internal sebuah partai dan saat itu yang terjadi adalah keributan. Saya khawatir kalau masyarakat justru memiliki stigma negatif atau buruk terhadap partai-partai dengan menyaksikan kondisi secara langsung yang terjadi. Saya pikir hanya Metro TV yang menyiarkan karena milik Pak Surya Paloh, dan segera saya ganti channel ke TV One ternyata disiarkan secara langsung juga. (TV One adalah milik Bang Ical). Dan hanya dua channel inilah yang menyiarkan walau berbeda kamera TV.
Melihat kekisruhan yang terjadi saat itu saya berpendapat bahwa Bang Fadel selaku Pimpinan Sidang belum teruji karena beliau tidak bisa mengamankan situasi. Seharusnya beliau bisa lebih tegas lagi karena komando ada padanya sehingga orang-orang yang berdiri, masih sibuk ngobrol bisa ditertibkan dan agenda rapat bisa dilanjutkan lagi. Memang dalam sebuah konvensi atau dalam pemilihan Ketua Umum wajar terjadi keributan apalagi ini adalah Forum Tertinggi dalam Partai tapi menurut saya salurannya tidak tepat. Menurut Efendy Gadjali seorang pakar Komunikasi Politik dari UI menyebutkan bahwa apa yang terjadi saat itu menurut teori politik modern bukan parpol yang berdemokrasi.
Hal menarik lain dari pemilihan Ketum partai yang sempat Berjaya selama 30 tahun yang lalu ini adalah bahwa kultus pribadi tidak menunjukkan keterkungkungan pemikiran para peserta pemilih atau perwakilan DPD. Golkar selaku partai yang besar telah mampu menunjukkan bahwa mereka memiliki kader-kader partai yang berkualitas dan mendunia sehingga layak untuk dikompetisikan dan diperjuangkan. Kultus pribadi dua tokoh besar seperti Bang Ical dan Surya Paloh tidak menjadikan partai ini fanatik terhadap salah seorang calon.
Namun yang patut disayangkan adalah adanya informasi yang menyatakan bahwa akan adanya Politik Uang dalam konvensi tersebut dan besarnya bukan main karena satu suara ditaksir hingga 500 juta rupiah. Memang bukan rahasia umum lagi bahwa politik uang partai ada 2 yaitu yang hulu dan hilir. Yang sekarang adalah yang hilir dan sangat menentukan nasib seseorang secara pribadi dan nasib se-umat secara umum. Apalagi kedua tokoh yang dijagokan sama-sama memiliki mesin uang yang tak kalah besarnya satu sama lain. Golkar selaku partai yang besar harus bisa berbenah diri, jangan sampai tidak bisa memanage uang. Uang partai harus bisa dikelola secara benar dan tepat guna bukan untuk kepentingan pribadi atau beberapa kelompok saja. Dengan politik uang yang tidak sehat bisa menyebabkan karier politik kader yang tidak memiliki financial yang mumpuni bisa terhambat, padahal secara intelektual dan kepribadian sebenarnya layak diperhitungkan. Kalaupun ada persaingan dalam tubuh Golkar saat ini jangan sampai menimbulkan perpecahan. Setelah konvensi ini semestinya rekonsolidasi partai secepat mungkin dilakukan sehingga slogan-slogan yang terpampang bisa tercapai yaitu “Kembalikan Kejayaan Golkar”. Ketua Umum yang baru harus mampu mengangkat Golkar dari keterpurukan. Ikatan ideologis harus mampu membawa partai ini kembali kepada kejayaannya bukan kepada kepentingan sesaat. Calon yang kalah semestinya tidak murung atau marah, namun harus bisa menerima dengan lapang dada. Sebagaimana dalam pidato atau sambutan kemenangan Bang Ical bahwa beliau dengan Surya Paloh, Tommy Soeharto dan Yuddi adalah saudara sehingga sebagaiman saudara berperilakulah sebagai saudara, jangan jadi sikut menyikut seudah ini.
Saya pikir Golkar harus mampu mengembangkan sayap partainya karena sangat potensial untuk mendongkrak popularitas partai, baik dari sisi petani, buruh, pemuda, pelajar, pedagang, nelayan, dll. Jika dibandingkan dengan partai-partai yang lain Golkar memiliki infrastruktur yang lebih lengkap sehingga seharusnya militansi para kader partai harus lebih teruji kualitasnya.
Sekarang ini posisi Golkar dalam pemerintah harus bisa dipertegas lagi apakah sebagai oposisi atau merapat dengan SBY. Tapi menurut saya Golkar harus bisa menjadi oposisi yang elegan dan mulai menempatkan dirinya dalam kantong-kantong pemilih untuk pemilu mendatang.
Oleh Mekar Sinurat (Kabid Organisasi GMKI Cab.Bandung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar