1. Desentralisasi dalam UUD 1945 dan UUDS 1950
Pokok-pokok pikiran dalam Pasal 18 UUD 1945, yaitu 1) Daerah Indonesia akan dibagi atas daerah besar dan kecil yang akan diatur dengan undang-undang, 2) Pengaturan tersebut harus memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara dan hak-hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa, Kemudian dalam penjelasan ditambahkan prinsip-prinsip: 3) Daerah besar dan daerah kecil bukanlah “negara bagian” karena daerah tersebut dibentuk dalam kerangkan negara kesatuan, 4) Daerah besar dan daerah kecil ada yang bersifat otonom dan ada yang bersifat administrasi belaka, 5) Daerah yang mempunyai hak-hak usul yang bersifat istimewa adalah swapraja dan desa atau yang semacam itu, 6) Republik Indonesia akan menghormati kedudukan daerah yang mempunyai hak asal-usul yang bersifat istimewa itu.
2. UU No. 1 Tahun 1945
UU ini merupakan salah satu undang-undang tentang pemerintahan daerah di Indonesia yang bertujuan untuk mewujudkan kedaulatan rakyat pada pemerintahan daerah. UU ini memuat berbagai unsur esensial pemerintahan daerah yaitu tata susunan teritorial pemerintahan daerah, tata susunan (kekuasaan) eksekutif daerah, perwujudan desentralisasi (otonomi) dan tugas pembantuan.
3. UU No. 22 Tahun 1948 dan UU NIT No. 44 Tahun 1950
Dalam UU No. 22 Tahun 1948 merupakan upaya perbaikan terhadap UU No. 1 Tahun 1945 mengenai sistem rumah tangga daerah dan susunan pemerintahan daerah. Dalam UU No. 44 Tahun 1950 secara keseluruhan sama dengan UU No. 22 Tahun 1948, kecuali dalam hal-hal susunan dan penamaan daerah, sebutan resmi untuk DPD adalah Dewan Pemerintah, dan jumlah anggota DPRD tidak semata-mata berdasarkan jumlah penduduk.
4. UU No. 1 Tahun 1957, PnPs No. 6 Tahun 1959 dan PnPs No. 5 Tahun 1960
UU No. 1 Tahun 1957 pada dasarnya memuat dua hal-hal pokok sebagai inti desentralisasi menurut UUDS 1950, yaitu di daerah-daerah hanya akan ada satu bentuk susunan pemerintahan yaitu yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangga daerah sendiri (daerah otonom) dan kepada daerah-daerah itu diberikan otonomi yang seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.
Penpres No. 6 Tahun 1959 merupakan penyempurnaan terhadap UU No. 1 Tahun 1957, setidak-tidaknya memuat dua hal yaitu menghilangkan dualisme pemerintahan di daerah antara aparatur dan fungsi otonomi dan aparatur serta fungsi kepamongprajaan dan memperbesar pengendalian pusat dan daerah.
Pengendalian yang sekaligus merupakan penggerogotan terhadap asas desentralisasi makin diperkuat oleh PenPres No. 5 Tahun 1960 tentang DPRD Gotong Royong dan Sekretariat Daerah. DPRD hasil pemilu dibubarkan dan diganti dengan DPRD Gotong Royong yang seluruh anggotanya diangkat dan Kepala Daerah adalah Ketua DPRD.
5. UU No. 18 Tahun 1965
UU No. 18 Tahun 1985 hampir seluruhnya meneruskan atau memindahkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Penpres No. 6 Tahun 1959 dan Penpres No. 5 Tahun 1960. Perbedaannya hanya sedikit yaitu Kepala Daerah sebagai pimpinan eksekutif daerah, sebagai alat pusat, jabatannya tidak lagi sebagai Ketua DPRD melainkan Pimpinan DPRD dalam menjalankan tugas mempertanggungjawabkannya kepada Kepala Daerah.
Dari berbagai undang-undang diatas, sebagai suatu pembahasan historis dapat ditarik kesimpulan sementara bahwa semua undang-undang, mulai dari UU No. 1 Tahun 1945 sampai UU No. 18 Tahun 1965, memuat aturan-aturan yang hendak memberikan otonomi yang luas kepada daerah. Dalam kenyataannya isi otonomi daerah secara keseluruhan berasal dari penyerahan oleh Pusat. Tidak ada otonomi yang berasal dari inisiatif daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar