Senin, 01 Februari 2010

CERITA KKN

Cerita ini adalah pengalaman pribadi penulis ketika sedang mengikuti program KKNM (Kuliah Kerja Nyata Mahasiswa) UNPAD di desa Mekarjaya, Bandung Barat.
Cerita ini berawal ketika aku dan Luki (salah seorang temen KKN ku) sudah mau pulang dari desa karena memang kami sudah melaksanakan tugas KKN. Sambil menunggu delman yang lewat aku berfoto dulu di depan spanduk biar ada kenangan dong. Nah ternyata di lihat sama warga yang kebetulan ada di depan kantor desa dan mengajak untuk ngobrol. Akhirnya aku samperin dan sekaligus memperkenalkan diri. Komunikasi pun terus berlanjut hingga seputar apa dan bagaimana proses KKN. Aku menjawab mereka sekenanya dan berupaya meyakinkan. Walau mereka masyarakat biasa ternyata wawasan mereka cemerlang dan mempunyai pandangan yang cukup lumayan tentang kondisi negara ini.
Pembicaraan pun mengalir bak sungai di musim hujan, deras dan tak terbendung lagi hingga akhirnya Luki minta duluan pulang karena mungkin sudah agak bosan nungguin. (maaf ya Luki). Curhatan-curhatan kecil mulai dari pembagian Raskin hingga tentang permasalahan KPK VS POLRI (Cicak melawan Buaya) pun mulai di bahas. Mereka sangat tertarik karena kebetulan aku berlatar pendidikan hukum sehingga mampu memberi pencerahan tentang bagaimana permasalahan hukum di negara ini.



Banyak protes dan kritik yang mereka lontarkan dan aku pikir itu merupakan keterwakilan persoalan mendasar juga di negara ini. Bagaimana bisa pembagian raskin tidak tepat peruntukannya artinya bukan orang yang seharusnya berhak yang mendapatkan tapi ternyata yang kebagian adalah mereka-mereka yang mempunyai uang untuk menebus beras tersebut. Padahal sebenarnya beras tersebut ditujukan buat masyarakat miskin. Sehingga salah seorang bapak itu menyatakan diganti aja namanya menjadi “Beras Murah” jangan Beras Miskin karena justru membuat sakit hati sama warga yang benar-benar membutuhkan tapi tidak kebagian. Saat itu memang Pak Kades kita (Pak Ipin) sedang tidak ada di desa karena beliau mengikuti rapat tentang Raskin juga, dan kemudian bapak tadi berpesan agar kita menanyain ke pak kades bagaimana sebenarnya proses pembagian raskin itu. Cuma saat itu aku gak berjanji karena aku pikir itu permasalahan warga dan kalaupun mau ditanyain harus ada teknik komunikasi yang konstruktif sehingga tidak membuat pak Kades merasa terpojok.
Permasalahan lain yang kami bahas adalah tentang bobroknya birokrasi dan budaya korup yang masih menjamur. Salah seorang dari mereka pernah bekerja sebagai sopir truk sejak tahun 1982 dengan rute Cirebon-Tasik-Subang dan beberapa kota lain, dan setiap harinya bapak itu selalu berhadapan dengan polisi. Namun perlakuan polisi yang selalu melakukan pengecekan administrasi mobil dan hal-hal lain ternyata bisa ditutupi dengan uang. Dan kejadian itu berlangsung setiap harinya di beberapa titik sampai tahun 1994. Penghasilan bapak itu memang pas-pasan namun dari cerita beliau bahwa lebih enak hidup di eranya Pak Harto daripada sekarang. Karena ternyata dulu keluarga mereka masih bisa makan daging (perbaikan giji katanya) setidaknya dua kali seminggu, sedangkan sekarang bisa sekali sebulan saja sudah sangat syukur. Sedih mendengar curhatan bapak itu.

Cerita lain yang menyedihkan adalah tentang kasus Bibit Chandra. Dimana mereka yang menonton di TV ternyata jadi bingung dengan mekanisme penegakan hukum dan apa yang mereka rasakan mungkin adalah keterwakilan perhatian masyarakat Indonesia juga. Banyak harapan-harapan yang mereka utarakan agar sistem hukum lebih bagus. Bagaimana bisa seorang maling ayam yang ternyata dalam keadaan terpaksa mencuri karena kondisi ekonomi yang mengenaskan. Selain di masukkan ke bui ternyata sudah terlebih dahulu digebukin sama massa, padahal mereka-mereka pejabat teras dan memiliki kekuasaan yang sudah korupsi dan merugikan keuangan negara ini M hingga T rupiah terkadang di bebaskan dan lepas dari jerat hukum dan bahkan walaupun dipidana tetap saja mengalami perlakuan yang istemewa di penjara.

Cerita yang sempat membuat aku terdiam dan merasa sangat bangga akan ketulusan bapak ini adalah ketika dia bercerita bahwa minggu lalu anaknya yang SD sedang ngapalin Pancasila. (lambang sila ke-3 apa yaa??? Hwehwee…) Dalam hati sang bapak membatin, “ngerti gak anakku ini akan makna pancasila atau hanya menyebutkan saja?”. Pancasila itu sangat tajam dan luhur nilainya. Kemudian bapak itu menjelaskan kepada saya setiap sila dengan memberi contoh. Hingga akhirnya bapak itu berkata, “kalau saja seandainya para pejabat negara ini bisa mengamalkan pancasila hanya sila I (pertama) saja, maka bangsa ini sudah lebih baik dari sekarang. Tidak perlu sila yang lainnya, cukup sila I saja dilakukan karena tidak ada satu pun agama yang mengajarkan pemeluknya untuk melakukan korupsi. Dan sebelum mereka menjabat selalu disumpah dulu. Tapi ternyata mereka mengingkari sumpahnya. Hingga akhirnya bapak itu berkesimpulan bahwa para pejabat sekarang tak ubahnya dengan anaknya yang masih SD yang hanya mampu ngapalin pancasila tanpa mampu memahamai apalagi mengamalkan nilai-nilai luhur pancasila.

Kemarin sebelum kita pulang dari desa, aku sempatkan pamitan sama salah seorang bapak yang ada di penggilingan padi (depan kantor desa). Rupanya temen dari bapak itu sempat bertanya karena membaca spanduk kita. Apa arti integratif, bagaimana maksudnya belajar bersama masyarakat dan apakah kita mahasiswa KKN sudah melakukannya? Dan sebenarnya masih banyak pertanyaan bapak itu, misalnya kita yang jarang bergaul sama warga sehingga banyak warga yang tidak tahu keberadaan kita yang sudah 4 minggu berada di desa mereka, terus di singgung juga kita yang pas parkir di depan gilingan padi mereka, kita tidak permisi dengan sopan (hayo siapa tuh….). akhirnya semua pertanyaan-pertanyaan itu saya coba jawab dengan jawaban yang agak diplomatis dengan nada dan mimic yang meyakinkan tentunya.
To be continued… (mau istirahat dulu, ternyata udah pkl 02.10)


Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor