Arus globalisasi yang didukung kuat
neo-kapitalisme dan neo-liberalisme, menyebabkan kita sebagai bangsa menjadi
limbung dan nyaris tak lagi memiliki ideologi dan identitas kebangsaan. Kita
hanya sekedar menjadi pasar dari produk multinasional corporation. Di lain
pihak telah pula menjadi bangsa yang ketagihan dan menderita ketergantungan
utang. Martabat bangsa tak lagi menjadi kebanggaan.
Negara dikendalikan oleh lembaga-lembaga
keuangan internasional dan perusahaan-perusahaan multinasional. Mayoritas rakyat
bangsa ini terdzolimi, dieksploitasi demi memenuhi kepentingan ekonomi
sekelompok pemilik modal.
Banyak pihak tidak mengetahui dan menyadari
bahwa ketika tahun 1998 reformasi bergulir muncul banyak figure elit politik
penumpang gelap gerbong kaum reformis alias elit politik reformis gadungan
sekaligus menjadi komprador kekuatan asing untuk mengendalikan negeri ini
secara invisible dan total. Dengan isu globalisasi, HAM, demokratisasi, dan
lingkungan hidup, kekuatan asing terutama negara-negara kapitalis sebagai pemenang
perang dingin memulai memainkan scenario neo-imperialisme, neo-kolonialisme,
neo-kapitalisme, neo-liberalisme sebagai bentuk baru penjajahan dunia.
Kecenderungan situasi global dan nasional
memperlihatkan bagaimana kerasnya kekuatan neo-kolonialisme, neo-kapitalisme,
neo-liberalisme berusaha mencengkram negeri ini. Serta, bagaimana peranan para
elit politik reformis gadungan sebagai komprador membantu dan mengakomodir
konsepsi penjajahan baru tersebut.
Dalam proses melaksanakan konsepsi dan kehendak
tersebut kekuatan asing ini menggunakan metode invansi dan subversi. Metode
subversi dilakukan dengan cara tekanan ekonomi, HAM, lingkungan hidup, melalui
berbagai LSM atau NGO serta MNC.
Adapun orang-orang asing yang menjadi operator
pembuatan UU yang “bergentayangan” di berbagai departemen, antara lain:
·
Departemen
keuangan: Arthur J. Mann dan Burden B. Stephen V. Marks (ahli perpajakan);
·
Bank
Indonesia: Thomas A. Timberg, penasehat bidang skala kecil dan Susan L Baker
konsultan bidang konstrukturisasi perbankan;
·
Deperindag:
Etephen L Magiera ahli perdagangan internasional dan gary Goodpasterahli
desentralisasi, internal carriers to trade and local discriminatory action;
·
Kementrian
Usaha Kecil dan Menengah Koperasi: Robert C Rice ahli small and medium
enterprice;
·
Kementerian
Kominfo: Harry F Darby ahli regulasi komunikasi;
·
Departemen
perhubungan: Richard Belenfeld dan Don Frizh konsultan PEG bidang pelayaran dan
pelabuhan;
·
Departemen
Hukum dan HAM: Paul H Brietzke legal advisor.
Adapun hasil yang telah dicapai jariangan
subversi asing dalam produk UU di Indonesia adalah:
1.
UU
No 5 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
2.
UU
No 14 Tahun 2001 tentang Paten
3.
UU
No 15 Tahun 2001 Tentang Merek
4.
UU
No 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan
5.
UU
No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi
6.
UU
No 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
7.
UU
No 19 Tahun 2003 tentang Hak Cipta
8.
UU
No 18 Tahun 2003 tentang Hak Advokat
9.
UU
No 25 Tahun 2003 Tentang Perubahan atas RUU Tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara.
Dikutip dari buku “Terus Bersama Rakyat” hlm
175-177, oleh Fary Djemy Francis Anggota DPR RI Fraksi Gerindra.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar