Selasa, 26 April 2011

DARI SEBUAH DIARY

25 tahun yang lalu,

Inikah nasib? Terlahir sebagai menantu bukan pilihan. Tapi aku dan Kania
harus tetap menikah. Itu sebabnya kami ada di Kantor Catatan Sipil. Wali
kami pun wali hakim. Dalam tiga puluh menit, prosesi pernikahan kami
selesai. Tanpa sungkem dan tabur melati atau hidangan istimewa dan salam
sejahtera dari kerabat. Tapi aku masih sangat bersyukur karena Lukman
dan Naila mau hadir menjadi saksi. Umurku sudah menginjak seperempat
abad dan Kania di bawahku.. Cita-cita kami sederhana,ingin hidup bahagia.


22 tahun yang lalu,
Pekerjaanku tidak begitu elit, tapi cukup untuk biaya makankeluargaku.
Ya, keluargaku. Karena sekarang aku sudah punyamomongan. Seorang putri,
kunamai ia Kamila. Aku berharap iabisa menjadi perempuan sempurna,
maksudku kaya akan budibaik hingga dia tampak ! sempurna. Kulitnya masih
merah,mungkin karena ia baru berumur seminggu. Sayang, dia takdijenguk
kakek-neneknya dan aku merasa prihatin. Aku harusbisa terima nasib
kembali, orangtuaku dan orangtua Kania takmau menerima kami.. Ya
sudahlah. Aku tak berhak untukmemaksa dan aku tidak membenci mereka. Aku
hanya yakin,suatu saat nanti, mereka pasti akan berubah.

19 tahun yang lalu,
Kamilaku gesit dan lincah. Dia sekarang sedang senangberlari-lari,
melompat-lompat atau meloncat dari meja kekursi lalu dari kursi ke
lantai kemudian berteriak'Horeee, Iya bisa terbang'. Begitulah
diamemanggil namanya sendiri, Iya. Kembang senyumnya selalumerekah
seperti mawar di pot halaman rumah. Dan Kania takjarang berteriak, 'Iya
sayaaang,' jika sudahterdengar suara 'Prang'. Itu artinya, ada
yangpecah, bisa vas bunga, gelas, piring, atau meja kaca..Terakhir
cermin rias ibunya yang pecah. Waktu dia melompatdari tempat tidur ke
lantai, boneka kayu yang dipegangnyaterpental. Dan dia cuma bilang
'Kenapa semua kaca dirumah ini selalu pecah, Ma?'

18 tahun yang lalu,
Hari ini Kamila ulang tahun. Aku sengaja pulang lebih awaldari
pekerjaanku agar bisa membeli hadiah dulu. Kemarinlalu dia merengek
minta dibelikan bola. Kania takmembelikannya karena tak mau anaknya jadi
tomboy apalagijadi pemain bola seperti yang sering diucapkannya.'Nanti
kalau sudah besar, Iya mau jadi pemainbola!' tapi aku tidak suka dia
menangis terus mintabola, makanya kubelikan ia sebuah bola. Paling tidak
akubisa punya lawan main setiap sabtu sore. Dan seperti yangsudah
kuduga, dia bersorak kegirangan waktu kutunjukkan bolaitu. 'Horee, Iya
jadi pemain bola.'

17 Tahun yang lalu
Iya, Iya. Bapak kan sudah bilang jangan main bola di jalan.Mainnya di
rumah aja. Coba kalau ia nurut, Bapak kan tidakakan seperti ini. Aku
tidak tahu bagaimana Kania bisa tidaktahu Iya menyembunyikan bola di tas
sekolahnya. Yang akutahu, hari itu hari sabtu dan aku akan menjemputnya
darisekolah. Kulihat anakku sedang asyik menendang bolasepanjang jalan
pulang dari sekolah dan ia semakin ketengahjalan. Aku berlari
menghampirinya, rasa khawatirkumengalahkan kehati-hatianku dan 'Iyaaaa'.
Sebuahtruk pasir telak menghantam tubuhku, lindasan ban besarnyaberhenti
di atas dua kakiku. Waktu aku sadar, dua kakikusudah diamputasi. Ya
Tuhan, bagaimana ini. Bayang-bayangkelam menyelimuti pikiranku, tanpa
kaki, bagaimana akubekerja sementarapekerjaanku mengantar barang dari
perusahaan ke rumahkonsumen. Kulihat Kania menangis sedih, bibir cuma
berkata'Coba kalau kamu tak belikan ia bola!'

15 tahun yang lalu,
Perekonomianku morat marit setelah kecelakaan. Uangpesangon habis untuk
ke rumah sakit dan uang tabunganmenguap jadi asap dapur. Kania mulai
banyak mengeluh dan Iyamulai banyak dibentak. Aku hanya bisa
membelainya. Danbilang kalau Mamanya sedang sakit kepala makanya
cepatmarah. Perabotan rumah yang bisa dijual sudah habis. Dan akutak
bisa berkata apa-apa waktu Kania hendak mencari kerja ke luarnegeri. Dia
ingin penghasilan yang lebih besar untukmencukupi kebutuhan Kamila.
Diizinkan atau tidak diizinkandia akan tetap pergi. Begitu katanya. Dan
akhirnya diamemang pergi ke Malaysia .

13 tahun yang lalu,
Setahun sejak kepergian Kania, keuangan rumahku sedikitmembaik tapi itu
hanya setahun. Setelah itu tak terdengarkabar lagi. Aku harus
mempersiapkan uang untuk Kamila masukSMP. Anakku memang pintar dia
loncat satu tahun di SD-nya.Dengan segala keprihatinan kupaksakan agar
Kamila bisa
melanjutkan sekolah. aku bekerja serabutan, mengerjakanpekerjaan yang
bisa kukerjakan dengan dua tanganku. Akumiris, menghadapi kenyataan.
Menyaksikan anakku yang tumbuhremaja dan aku tahu dia ingin menikmati
dunianya. Tapikeadaanku mengurungnya dalam segala kekurangan. Tapi aku
harus kuat. Aku harus tabah untuk mengajari Kamila hiduptegar.

10 tahun yang lalu,
Aku sedih, semua tetangga sering mengejek kecacatanku.Dan Kamila hanya
sanggup berlari ke dalam rumah lalusembunyi di dalam kamar. Dia sering
jadi bulan-bulananhinaan teman sebayanya. Anakku cantik, seperti
ibunya.'Biar cantik kalo kere ya kelaut aje.' Mungkinitu kata-kata yang
sering kudengar. Tapi anakku memang sabardia tidak marah walau tak urung
menangis juga.'Sabar ya, Nak!' hiburku.
'Pak, Iya pake jilbab aja ya, biar tidakdiganggu!' pintanya padaku. Dan
aku menangis. Anakkumaafkan bapakmu, hanya itu suara yang sanggup
kupendam dalamhatiku. Sejak hari itu, anakku tak pernah lepas
darikerudungnya. Dan aku bahagia. Anakku, ternyata kamu sudahsemakin
dewasa. Dia selalutersenyum padaku. Dia tidakpernah
menunjukkankekecewaannya padaku karena sekolahnya harusterhambat
dibangku SMP.!

7 tahun yang lalu,
Aku merenung seharian. Ingatanku tentang Kania, istriku,kembali menemui
pikiranku. Sudah bertahun-tahun tak kudengarkabarnya. Aku tak mungkin
bohong pada diriku sendiri, jikaaku masih menyimpan rindu untuknya. Dan
itu pula yangmembuat aku takut. Semalam Kamila bilang dia ingin
menjadiTKI ke Malaysia . Sulit baginya mencari pekerjaan di siniyang
cuma lulusan SMP.. Haruskah aku melepasnya karenaalasan ekonomi. Dia
bilang aku sudah tua, tenagaku mulaihabis dan dia ingin agar aku
beristirahat. Dia berjanji akanrajin mengirimi aku uang dan menabung
untuk modal. Setelahitu dia akan pulang, menemaniku kembali dan membuka
usahakecil-kecilan. Seperti waktu lalu, kali ini pun aku tak
kuasa untuk menghalanginya. Aku hanya berdoa agar Kamilakubaik-baik saja.

4 tahun lalu,
Kamila tak pernah telat mengirimi aku uang. Hampir tigatahun dia di sana
. Dia bekerja sebagai seorang pelayan dirumah seorang nyonya. Tapi
Kamila tidak suka denganlaki-laki yang disebutnya datuk. Matanya tak
pernah siratkansinar baik. Dia juga dikenal suka perempuan. Dan nyonya
ituadalah istri mudanya yang keempat. Dia bilang dia sudahingin pulang.
Karena akhir-akhir ini dia sering diganggu.
Lebaran tahun ini dia akan berhenti bekerja. Itu yang kubacadari
suratnya. Aku senang mengetahui itu dan selalu menungguhingga masa itu
tiba. Kamila bilang, aku jangan pernah lupasalat dan kalau kondisiku
sedang baik usahakan untuk salattahajjud. Tak perlu memaksakan untuk
puasa sunnah yang pastisetiap bulan Ramadhan aku harus berusaha sebisa
mungkinuntuk kuat hingga beduk manghrib berbunyi. Kini anakku
lebihpandai menasihati daripada aku. Dan aku bangga.

3 tahun 6 bulan yang lalu,
Inikah badai? Aku mendapat surat dari kepolisianpemerintahan Malaysia ,
kabarnya anakku ditahan. Dan diadiancam hukuman mati, karena dia
terbukti membunuh suamimajikannya. Sesak dadaku mendapat kabar ini. Aku
menangis,aku tak percaya. Kamilaku yang lemah lembut tak mungkin
membunuh. Lagipula kenapa dia harus membunuh. Aku memintabantuan hukum
dari Indonesia untuk menyelamatkan anakku darimaut. Hampir setahun aku
gelisah menunggu kasus anakkuselesai. Tenaga tuaku terkuras dan
airmataku habis. Akuhanya bisa memohon agar anakku tidak dihukum mati
andai diamemang bersalah.

2 tahun 6 bulan yang lalu,
Akhirnya putusan itu jatuh juga, anakku terbukti bersalah.Dan dia harus
menjalani hukuman gantung sebagaibalasannya. Aku tidak bisa apa-apa
selain menangissejadinya. Andai aku tak izinkan dia pergi apakah
nasibnyatak akan seburuk ini? Andai aku tak belikan ia bola
apakahkeadaanku pasti lebih baik? Aku kini benar-benar sendiri.Wahai
Allah kuatkan aku.

Atas permintaan anakku aku dijemput terbang ke Malaysia .Anakku ingin
aku ada di sisinya disaat terakhirnya.Lihatlah, dia kurus sekali. Dua
matanya sembab dan bengkak.Ingin rasanya aku berlari tapi apa daya
kakiku tak ada.. Akumasuk ke dalam ruangan pertemuan itu, dia berhambur
kearahku, memelukku erat, seakan tak ingin melepaskan aku.

'Bapak, Iya Takut!' aku memeluknya lebih eratlagi. Andai bisa ditukar,
aku ingin menggantikannya.
'Kenapa, Ya, kenapa kamu membunuhnya sayang?'Lelaki tua itu ingin Iya
tidur dengannya, Pak. Iya
tidak mau. Iya dipukulnya. Iya takut, Iya dorong dan diajatuh dari
jendela kamar. Dan dia mati. Iya tidak salah kan, Pak!' Aku perih
mendengar itu. Aku iba dengan nasibanakku. Masa mudanya hilang begitu
saja. Tapi aku bisa apa?istri keempat lelaki tua itu menuntut agar
anakkudihukum mati. Dia kaya dan lelaki itu juga orang terhormat.Aku
sudah berusaha untuk memohon keringanan bagi anakku,tapi menemuiku pun
ia tidak mau. Sia-sia aku tinggal diMalaysia selama enam bulan untuk
memohon keringanan hukuman pada wanitaitu.

2 tahun yang lalu,
Hari ini, anakku akan dihukum gantung. Dan wanita itu akanhadir
melihatnya. Aku mendengar dari petugas jika dia sudahdatang dan ada di
belakangku. Tapi aku tak ingin melihatnya.Aku melihat isyarat tangan
dari hakim di sana . Petugas itumembuka papan yang diinjak anakku. Dan
'blass'Kamilaku kini tergantung. Aku tak bisa lagi menangis.Setelah
yakin sudah mati, jenazah anakku diturunkanmereka, aku mendengar langkah
kaki menuju jenazah anakku.Dia menyibak kain penutupnya dan tersenyum
sinis. Akumendongakkan kepalaku, dan dengan mataku yang samar oleh
airmata aku melihat garis wajah yang kukenal.
'Kania?'
'Mas Har, kau ... !'
'Kau ... kau bunuh anakmu sendiri, Kania!'
'Iya? Dia..dia . Iya?' serunya getir menunjukjenazah anakku.
'Ya, dia Iya kita. Iya yang ingin jadi pemain bolajika sudah besar.'
'Tidak ... tidaaak ... ' Kania berlari ke arahjenazah anakku. Diguncang
tubuh kaku itu sambil menjerit
histeris. Seorang petugas menghampiri Kania dan memberikansecarik kertas
yang tergenggam di tangannya waktu diaditurunkan dari tiang gantungan.
Bunyinya 'Terima kasihMama.' Aku baru sadar, kalau dari dulu Kamila
sudahtahu wanita itu ibunya.

Setahun lalu,
Sejak saat itu istriku gila. Tapi apakah dia masih istriku? Yang aku
tahu, aku belum pernah menceraikannya. Terakhirkudengar kabarnya dia
mati bunuh diri. Dia ingin dikuburkandi samping kuburan anakku, Kamila.
Kata pembantu yangmengantarkanjenazahnya padaku, dia sering berteriak,
'Iyasayaaang, apalagi yang pecah, Nak.'

Kamu tahu Kania,kali ini yang pecah adalah hatiku

sumber:
http://id.mg60.mail.yahoo.com/dc/launch?.gx=1&.rand=4r5urlmvqhag0


Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor