Senin, 17 Mei 2010

UN, KEMANA ARAH PENDIDIKAN BANGSA INI???




Tulisan ini sudah lama kubuat, tapi baru inget ngepublishnya sekarang.
Gag papalah,,, itung-itung latian menulis juga heheehheeee.....
Jawaban itu saya dapat dari temen sekolah, kata temen ku saat kami bercerita tentang pelaksanaan UN tahun ini. Dan terbayang olehku ketika aku juga mengikuti UN di sebuah sekolah di bawah kaki gunung di Sumatera Utara. Para siswa duduk tenang mengerjakan soal, diawasi oleh guru-guru dari sekolah yang lain. Dengan mantap dan penuh keyakinan semua menyelesaikan soal-soal ujian berskala nasional itu. Dan alhasil kami semuanya lulus (seratus persen) tanpa mendapat bocoran soal, apalagi jawaban.


Berbeda ketika beberapa hari belakangan ini pelaksanaan UN di beberapa sekolah diwarnai kecurangan. Misalkan saja di Medan 2 orang siswa membawa kunci jawaban ke kelas dan guru tidak memprosesnya. Biarkan saja nanti pihak kepolisian yang menyelidi katanya (sumber: berita dari TV Swasta). Di Bandung, ditemukan kunci jawaban Paket B Geografi yang hanya 2 salah dari 50 jawaban, jawaban tersebut diperoleh dari layanan pesan singkat (sms). Lain lagi di Solo, ditemukan lembar jawaban di tempat sampah. (sumber kompas, 26 Maret 2010). Dan aku pikir masih banyak kecurangan-kecurangan lain yang terjadi di berbagai daerah yang enggak terekspos sama media.


Naahhh itulah potret kecil pelaksanaan UN di negara tercinta ini. Tahun demi tahun kejadian yang sama selalu aja terulang. Dimana peran dan posisi pemerintah selaku pembuat kebijakan? Dalam pelaksanaan UN bukan hanya siswa lagi yang takut, tapi juga guru-guru, kepala sekolah, orang tua siswa juga turut cemas. Semuanya mencemaskan apakah anak didiknya bisa lulus atau tidak? Untuk mengantisipasi kecemasan itu maka berbagai upaya dilakukan. Misalkan dengan memadatkan jadwal belajar siswa, memberikan les tambahan di luar jadwal sekolah (ekstrakurikuler), mengajari siswa dengan rumus-rumus cepat/cara cepat pengerjaan soal (seperti di bimbel-bimbel), dll. Ternyata semua itu membuat siswa jenuh dan tidak mengerti teori/dasar pelajarannya karena hanya diberi pemahaman cara cepatnya saja. Alhasil saat mengerjakan soal yang beda sedikit dengan contoh soal mereka mengalami kewalahan.






Mengapa UN begitu menakutkan di mata masyarakat, khususnya para siswa? Seharusnya UN menjadi tolok ukur dan sebagai data awal menata pendidikan, ini sebenarnya yang menjadi landasan kenapa pemerintah meluncurkan UN. Sayangnya hal ini tak pernah terjadi. Hasil UN diisyaratkan malah tak bisa dipegang karena kuyup curang. Akhirnya UN lebih berfungsi sebagai acara tahunan yang diikuti dengan diskusi dan perbincangan oleh berbagai kalangan, termasuk media. (Sofyan A.Gani).
Boleh saja kita tidak setuju UN dengan alasan bahwa UN tidak mengukur kemampuan siswa secara keseluruhan. Hanya kognitifnya saja. Tapi yang patut dipertanyakan, kenapa siswa sangat susah mendapa nilai 5,5 terhadap pelajaran yang di UN-kan? Ada apa sebenarnya? Jawaban terhadap pertanyaan itu yang patut di cari. Bukan malah menempuh cara curang guna membantu siswa mencapai nilai 8 atau 9.(Artikel Kompas, Sofyan A. Gani).


Jika satu orang yang tidak lulus dari satu sekolah maka siswanya lah yang salah, mungkin dia malas belajar atau kurang pemahaman terhadap setiap materi ajar. Jika satu kelas yang tidak lulus maka guru sudah harus sesegara mungkin mengambil langkah-langkah strategis untuk menanggulanginya karena kesalahan bukan lagi terletak sama siswa. Tetapi jika satu sekolah tidak lulus (kelulusan 0%), maka sapa lagi yang salah?? Siswa, guru, sekolahnya atau pemerintah?? Mari kita pikirkan bersama mengingat banyaknya sekolah yang tidak lulus seratus persen. Masa seoarng siswa aja gag bisa lulus?? Mau dibawa kemana pendidikan bangsa ini???????????

2 komentar:

Anonim mengatakan...

saya sebagai orang tua siswa sangat hawatir dg pelaksanaan un 2014,karena yg meneliti hasilnya adl pusat,maka hasilnya sudah dianggap kartu mati,tdk bs dipertanyakan lagi.pengalaman sy pribadi dg hasil un 1992,dulu namanya ebtanas.ketika itu sy mengikuti ebtanas th 1992.di sma negeri2 magelang.setelah hasil ebtanas dibagi,alangkah terkejutnya sy dg hasil nilai bhs inggris.2,8.padahal sy mengerjakan soal bhs inggris wkt itu merasa sgt mudah,lebih mudah dr soal2 matematika,ipa,dan yg lainnya yg hasilnya lebih dr 7,0.dan di kelas,sy termasuk yg lbh bisa bhs inggris.guru sy wkt itupun mengakui,dan beliau juga heran.setelah ditanyakan ke diknas mgl mmg benar hasil yg dikirim dr pusat adl nilai itu.alahgkah histerisnya sy sprt ingin berontak,protes,tp tdk bisa.tp sy dinyatakan lulus krn wkt itu kelulusan tdk mutlak dr hasil ebtanas murni.tapi yang menjadi masalah adl kegagalan sy untuk ikut mendaftar ke STAN yg telah menjadi satu2nya cita2 sy. krn syarat untuk bs mendaftar STAN wktu itu nilai bhs inggris minimal harus 6,0.itulah kegagalan terbesar dlm hdp sy yg kemudian mempengaruhi masa depan sy.sy jd frustrasi berat waktu itu.dan sampai saat ini rasa trauma masih sy rasakan,apalagi anak sy yg sdh kelas 9 smp,sebentar lagi akan melaksanakan UN.saya sll berdoa agar nasib sy ini tidak terjadi pd semua siswa yg mengikuti UN,dan mudah2an Tuhan memberikan petunjuk kepada peserta UN dan seluruh jajaran pengawas serta pelaksaana,peneliti hasil UN,agar hasilnya sesuai dg hasil belajar siswa yg ditempuh selama 3th,tanpa adanya kesalahan cara mengisi blanko lembar jwb.sekian...terima kasih

Mekar Paian Sinurat mengatakan...

Prihatin ya dengan kejadian itu, dan mungkin masih ada orang lain yang mendapatkan pengalaman yang sama. Carut marutnya sistem pendidikan yang dibuat oleh para pemangku kebijakan telah 'mengorbankan' nasib para anak bangsa, mengorbankan masa depan mereka dan bangsa ini.

Harus lahir (ada) orang-orang yang siap melakukan protes terhadap sebuah sistem yang tidak benar, yang nyata-nyata merugikan.

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor