
Saya sangat bangga sebagai orang Batak karena budayanya mengajarkan saya untuk hidup berpendirian teguh dan harus saling mengasihi/menghormati sesama kerabat. Kebudayaan-kebudayaan yang telah hidup ribuan tahun yang lalu masih tetap terjaga sampai sekarang, hal ini merupakan wujud penghormatan kepada leluhur dan pelestarian terhadap budaya.
Satu hal tentang acara adat yang ingin saya kupas dalam tulisan ini adalah Mangonghal holi. Mangonghal holi merupakan suatu kegiatan yang dilakukan untuk memberikan penghormatan kepada leluhur dengan memindahkan tulang-belulangnya dari kuburan ke sebuah tugu. Acara adat ini sangat membutuhkan biaya yang lumayan besar karena disamping mengundang tamu-tamu yang lumayan banyak (dan itu semua wajib dijamu makan), terkadang juga memakai gondang biar lebih meriah. Selain itu biaya pembuatan tugu/tambak juga tergolong besar biayanya.
Biasanya mangonghal holi ini dilakukan oleh mereka yang telah berhasil keluarganya atau mempunyai kondisi perekonomian yang sudah agak mapan. Dan tak jarang mangonghal holi ini menjadi ajang publikasi kepada public bahwa keluarga mereka telah berhasil secara ekonomi.
Namun dibalik semua penjelasan tersebut, ada hal mendasar yang ingin penulis sampaikan yaitu apakah kegiatan mangonghal holi itu sesuai dengan iman Kristen? Karena secara historis mangonghal holi masih merupakan peninggalan atau warisan budaya nenk moyang kita yang masih menganut animisme dan dinamisme. Dan di tengah zaman dan kondisi kehidupan yang sudah serba modern ini apakah kegiatan itu masih diperkenankan dan layak dipertahankan? Atau mungkin perlu ada modifikasi dalam upacara adatnya sehingga kita tidak seolah-olah sedang menyembah berhala.
Budaya memang sesuatu identitas suatu suku bangsa, tetapi ketika hal itu bertentangan dengan agama apakah masih layak kita pertahankan? Iman Kristen tidak menuntut seseorang untuk mengakui dan mengikut Yesus setengah-setengah tapi harus dengan sepenuh hati untuk menerimaNya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar