Senin, 30 Maret 2009

Akhirnya, Selamat Datang Kembali Bencana

Akhir Maret, tak seperti biasanya, Jakarta tak diguyur banjir. Tapi harapan itu pupus tatkala kabar bencana kembali meletus. Tanggul Situ Gintung bobol pada dini hari, empat hari sebelum bulan ini selesai. Seakan-akan tak rela membiarkan orang-orang-orang terlena. Bendungan itu dibangun sekitar tahun 1930an oleh Belanda. Fungsinya dominan untuk irigasi. Hingga sekarang belum ada pembaharuan lagi. Menurut PU pusat, kalau tak ada yang patut dibenahi, yah tak harus dibenahi. Kalau sudah begini, memang semuanya lempar tanggung jawab. Pemerintah pusat menyalahkan curah hujan yang mengakibatkan overflow. Padahal kataya berkordinasi dengan Badan Meteorolgi dan Geofisika.

Beberapa bulan yang lalu, Sri Woro, kepala BMG bilang “ cuaca bisa diprediksi per tiga bulan sekali, dan diinformasikan kepada PU untuk antisipasi kalau-kalau ada potensi bencana,”. Terus, dimana letak kordinasi itu kalau memang hujan yang terjadi lima jam pada Kamis malam jadi kambing hitam. Kalau memang data BMG kurang akurat yah sudahlah mengaku saja, biar sama-sama dibenahi, tak perlu terlihat hebat saat konferensi pers. Memberi mimpi-mimpi tanpa isi.

Selanjutnya. Masyarakat mengatakan bahwa ketidaklayakan tanggul sudah beberapa kali dilaporkan tahun lalu tapi belum ada tanggapan. Kemana dilaporkannya? Pihak pemerintah Banten berkilah itu tanggungjawab pusat. Pihak PU pusat tak kalah membela diri, tak pernah menerima pelaporan apapun. Kelihatannya saling melempar tanggungjawab. Masyarakat bukan tanpa dosa. Lihatlah rumah-rumah di dekat tanggul. Bukankah seharusnya ada jarak ideal tak boleh mendirikan pemukiman dari wilayah bendungan. Ah…lagi-lagi pemerintah juga kena dakwanya, habis harusnya kan mereka melarang bahkan menggusur residen tak layak itu, bukan dari segi bangunan tapi dari segi geografis. Buat apa rumah bagus-bagus kalau tinggal menunggu waktu ludes dan disapu “beres”. PU pusat bahkan terkesan sedikit puas kalau mereka punya foto-foto rumah penduduk tak layak wilayah itu. Artinya tak akan semua kesalahan ditimbangkan ke pemerintah.

Baiklah, kalau masyarakat mau mengadakan class action, siapkanlah. Prosedurnya ada bukti yait bukti surat dan saksi agar bisa menyeret pemerintah yang bisa dikenakan tuntuan baik pidana karena kelalaian yang menyebabkan kematian atau perdata jika terdapat penyalahgunaan pada pemeliharaan tanggul uzur itu.

Sampai tanggal 28 malam, sekitar sembilanpuluhan korban tewas, yang luka tak kalah banyak belum yang hilang masih dicari. Saat wakil presiden berkunjung, mayat ke-32 apa ke-33 di “sajikan” di hadapannya. “Pak ini mayat yang ke…”. Apa rasanya dihadapkan begitu, kalau saja saat itu aku bisa membaca hati pak JK, jangan-jangan masih terpikir strategi taktik “goal” jadi presiden. Tapi tak mau berburuk sangka. Semoga tidak begitu. Surya Paloh bilang SBY dan JK memang sepertinya terlalu sibuk kampanye, padahal sekalipun tinggal hitungan minggu, tugas sebagai kepala negara tetap tugas. Di tengah kencangnya angin kampanye yang tak jaranng membuat jalanan Jakarta makin macet, ini bagai palu godam. Ada juga gossip sisipan bisa percaya atau tidak. Hitungan bulan pak SBY jadi presiden, tsunami serambi mekah merekah, hancur semuanya, tak mau memberi ampun kepada mahluk sekitar. Menjelang menit-menit transisi pemerintahannya, ada tsunami kecil yang juga tak pernah disangka sebelumnya. Kalau kata pak Iwan Nursiwan, Dirjen Sumber Daya Air PU, ini kasus extraordinary, karena tak diprediksi oleh PU. Pak kalau semuanya kasus bencana kasus ordinary? Tak perlu ada korban toh, sudahlah pak tak perlu kita perpanjang lagi, saya rasa kita sudah tahu sama tahu.

Tak perlu kembut, memang ini tak semata-mata kesalahan PU, kompleks benar kasus ini. Paling tidak kala Anda dengan terbuka berbicara di media, sudah membantu. Semoga langkah perbaikan tanggul segera terlaksana. Nah balik lagi ke tsunami kecil dan SBY. Periode pemerintahan pertama dan entah akan terulang untuk yang kedua, dimulai dengan bencana Aceh dan diakhiri musibah Banten. Katanya sih, yang saya sendiri juga tak terlalu percaya, petanda bapak presiden berpostur gagah ini memang BENCANA ALAM. Bukan mau provokasi atau memburukkan tokoh elite Demokrat ini, lha wong saya bukan kader partai lain. Tak juga terlalu percaya hal begitu. Itu hanya seidikit membukakan isu miring berbau magis yang masih sering disimpan oleh masyarakat kita. Percaya atau tidak itu urusan anda. Terpikir sebuah ide. Bagaimana sebagai wujud kampanye, para float mass itu dikerahkan ke daerah bencana, paling tidak bisa membantu membereskan keberantakan dan menimbun lumpur di sana. Tinimbang cuma teriak-teriak dan bawa bendera bahkan mencat diri ala warna parpol, mending ikut serta membersihkan puing-puing akibat tanggul bobol.

Dikutip dari Milis Paryasop

Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor