Selasa, 28 Oktober 2008

MERAJUT KEMBALI NILAI-NILAI GMKI

By: Mekar Sinurat

Sejak kemerdekaan Indonesia banyak tantangan yang dihadapai bangsa ini dalam menjalankan fungsinya untuk mengayomi rakyat, memberikan perlindungan, mencerdaskan kehidupan bangsa dan hal-lain seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai tujuan Negara. Hal ini menunjukkan bahwa kemerdekaan bukanlah akhir dari perjuangan, tetapi lebih kepada suatu langkah awal untuk menata Negara ini secara demokratis meneruskan aksi dari para The Founding Fathers. Segenap lapisan/komponen bangsa ini harus turut serta berpartisipasi dan berkontribusi untuk berpikir, bersikap dan bertindak dalam rangka membangun bangsa ini sehingga lebih baik dalam segala aspek dan mampu berjalan sejajar/beriringan dengan bangsa lain yang pada akhirnya nanti kita harus optimis bahwa kita bisa menjadi yang terdepan.

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) sebagai salah satu bagian dari integral bangsa ini sudah selayaknya membuka mata dan menunjukkan kepeduliannya terhadap segala polemik bangsa yang ada. Jika kita melihat historis sepak terjang GMKI tentunya kita akan merasakan hal yang berbeda antara masa lalu dan GMKI masa kini. Kita akan melihat bahwa ada degradasi nilai-nilai luhur dalam pelayanan GMKI. Dalam tesisnya Bapak TB Simatupang disebutkan kita harus menjiwai Iman Kristen sekaligus nasionalis. Pada titik inilah eksistensi Kekristenan di Indonesia sangat ditentukan dan diperhitungkan. Kita sepatutnya bangga kepada beliau Bapak TB Simatupang sebagai seorang Kristen dengan teori Revolusi dan Bapak Johanes Leimena dengan teologi Kewarganegaraan yang Bertanggung Jawab. Bapak TB Simatupang lahir mewakili dua zaman sekaligus yaitu zaman Soekarno yang berorientasi kepada revolusi dan zaman Soeharto yang berorientasi kepada pembangunan. Sekarang situasinya adalah gema reformasi menggaung dan telah berdegung sejak 1998 silam, apakah GMKI tidak bisa hadir dengan sambutan reformasi? Apakah GMKI tidak bisa membawa Indonesia ke arah yang lebih progresif? GMKI harus sadar bahwa tugasnya adalah untuk menghadirkan Shalom Allah di muka bumi ini. GMKI harus bisa memberikan pelayanan nyata kepada masyarakat, peka terhadap persoalan-persoalan politik, social, ekonomi dan budaya sehingga bisa memberikan solusi terhadap segala persoalan yang timbul.

GMKI sebagai lembaga pelayanan yang mempunyai nilai Kekristenan harus bisa hadir dengan semangat Nasionalis karena ketika para the founding fathers mendirikan Negara Indonesia semangatnya adalah kita semua harus mendukung. Semua buat semua. Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia ataupun golongan lain. Tetapi Indonesia buat Indonesia, semua buat semua.

Dalam konteks seperti itu GMKI perlu menyadari panggilannya dimana Kristus mengutus mereka sebagai perkakasnya melanjutkan pekerjaanNya di bumi Indonesia dan sebagai agen Kerajaan Allah yang ditempatkan Kristus untuk berjuang dan bergumul dengan masyarakat lainnya dalam membangun bangsa. Dari beberapa sumber informasi yang saya peroleh bahwa pemilihan fungsionaris GMKI telah menjadi sumber masalah yang menghambat proses perkembangan organisasi. Adanya kepentingan-kepentingan tertentu dalam setiap pelaksanaan kongres telah bertentangan dengan maksud dan tujuan berdirinya GMKI. Para pengurus GMKI terpilih berdasarkan kemampuan merekayasa pemilih tanpa memperhatikan nilai-nilai demokratisasi. Sehingga ketika para pengurus tersebut menjalankan tugasnya tidak bisa secara baik. Hal itu menjadi penyebab minimnya peran serta para kader GMKI dalam membangun dan memajukan bangsa ini. GMKI perlu melakukan program yang berorientasi hasil pada loyalitas kader dan peningkatan kemampuan anggota. Jumlah mahasiswa yang berhimpun dalam GMKI ini cukup banyak. Akan tetapi, masih ada kekurangan dari sisi loyalitas dan kemampuan. Jadi GMKI ke depan perlu mengoptimalkan aset-aset yang ada. Kemampuan yang perlu lebih dikembangkan lagi anggota tidak hanya akademik. Kalau kemampuan akademik, anggota-anggota GMKI cukup bisa dibanggakan. Akan tetapi, tidak hanya terbatas kemampuan akademik. Mahasiswa sebagai kaum intelektual perlu mengaplikasikan ilmu akademik dalam masyarakat. Bila kita melihat data keanggotaan GMKI dalam skala nasional jumlahnya hampir ribuan. Namun para kadernya tidak ada yang menampakkan diri di tingkat nasional belakangan ini. Seharusnya menjadi tanggung jawab kita untuk menggantikan senior-senior kita yang sudah tua. Banyak mahasiswa yang masuk GMKI karena melihat ataupun mendengar senior GMKI banyak yang sukses dan menjadi tokoh di Republik ini tanpa menyadari bagaimana para senior-senior tersebut berproses dan berdinamika untuk menjadi “orang”. Sehingga mereka kadang memberikan pujian pada senior tanpa mengikuti langkah sukses mereka. Tujuan kita dalam ber-GMKI akan membuat kita lebih berkomitmen dan bersemangat dalam setiap kegiatan yang bernafaskan GMKI. Sebagai kader kita harus mampu menunjukkan bahwa kita dapat berbuat lebih dari yang lain. Kita harus sukses dalam kuliah dan sukses dalam berorganisasi. Tapi kenyataan yang timbul adalah mahasiswa GMKI terlalu sibuk berorganisasi sehingga lupa akan tujuan awalnya untuk kuliah. GMKI telah menghambat proses kuliah dan bahkan bagi sebagian orang bisa menghancurkan masa depannya. Itulah tantangan mahasiswa GMKI ke depan bisa merubah fakta tersebut menjadi suatu asset dan modal yang besar untuk menjadi leadher dalam salah satu komunitas di Republik ini. GMKI harus bisa merubah citra public yang telah menganggap GMKI sebagai organisasi yang cenderung eksklusif serta tidak berpihak kepada kepentingan rakyat banyak. GMKI harus mampu meneguhkan kembali posisi dan perannya di tengah-tengah kehidupan kaum muda sebagai kekuatan social dan sumber perubahan (agent of change) dengan menjawab masalah-masalah yang kini mendera rakyat seperti kemiskinan, kelaparan, rendahnya pendidikan, pengangguran, dan lain sebagainya. Kemampuan kader GMKI jangan hanya sampai tataran pandai dalam beretorika tetapi buntu dalam tindakan. Kemampuan tersebut harus merata dalam semua bidang karena keseimbangan adalah hal yang indah dalam hidup. Dalam diri seorang kader GMKI tidak ada kata terlambat untuk belajar. Tetapi jangan sampai kehilangan jati diri yang terbalut dalam kemunafikan.

GMKI diperhadapkan pada suatu tantangan yang bersifat dinamis dan dituntut untuk selalu eksis dalam mengimpresi serta mengekspresikan segala fenomena yang terjadi di lingkungannya. Dan sebagai organisasi kemahasiswaan yang berwarna kekristenan, kemahasiswaan dan keIndonesiaan, GMKI melalui kader kadernya dituntut untuk selalu memberi garam, terang dan ragi dunia. Dalam suatu tulisan saya pernah baca bahwa GMKI harus menjadi suatu pusat, sekolah latihan (leerschool) daripada orang-orang yang mau bertanggungjawab atas segala sesuatu yang mengenai kepentingan dan kebaikan dari negara dan bangsa. Sehingga melalui itu, GMKI mampu berdiri ditengah-tengah dua proklamasi : Proklamasi kemerdekaan nasional dan proklamasi Tuhan Yesus Kristus dengan Injil kehidupan, kematian dan kebangkitan.

Seperti seorang bintang sepakbola dunia pernah berkata “Saya sangat senang jika bisa berada di klub ini, karena saya akan berkumpul dengan bintang-bintang sepakbola yang terkenal lainnya. Dengan demikian permainan saya akan lebih baik, karena dipacu oleh persaingan yang sangat ketat”. Ini merupakan gambaran yang baik bagi kita anak-anak GMKI agar dapat memacu hidup lebih baik dan berkembang. Artinya bahwa kita harus bangga sebagai anak GMKI yang merupakan komunitas intelektual muda yang tergabung dari beberapa diversifikasi perguruan tinggi. Kita tidak memungkiri bahwa GMKI berpolitik dan bahkan dalam pergerakannya mangarah pada politis, namun dalam AD/ART pasal 5 disebutkan bahwa GMKI bukanlah organisasi politik sebagaimana persepsi masyarakat selama ini terhadap GMKI sendiri. Dalam pergerakannya memang GMKI cenderung bersentuhan dengan “politik” dan memang kita tidak bisa terlepas dari system politik itu sendiri. Persoalannya sekarang adalah bagaimana kita mengaplikasikan politik itu dalam kehidupan sehari-hari karena politik itu bukan sesuatu yang kotor dan Nazis untuk menyentuhnya. Justru kita sebagai anak GMKI harus terjun terlibat dalam percaturan politik sepanjang kita masih tetap berjalan dalam koridor Nilai-nilai Kekristenan. Hal yang perlu kita benahi adalah pemahaman kita terhadap politik itu sehingga kita bisa menggunakan politik itu secara benar dan nyata dalam politik praktis sehingga tanggapan dan pandangan-pandangan aneh masyarakat bisa kita kikis hingga menjadi pandangan positif yang berakar kuat dalam masyarakat. Selama ini GMKI terlalu sibuk dengan masalah-masalah keorganisasian atau internal sehingga terhadap masalah dan isu-isu factual tidak segera tanggap dan bahkan tidak sanggup memberi respon apapun.

Sebagai organisasi kader GMKI harus bisa melahirkan dan menyiapkan kader-kader yang benar-benar unggul dalam segala bidang kepemimpinan. Sehingga dalam Open Reqruitment atau Maper menjadi hal yang sangat perlu untuk ditinjau kembali system yang selama ini dipraktekkan. Apakah GMKI lebih memilih kuantitas dan menghiraukan kualitas, atau kita lebih mengutamakan kualitas daripada kuantitas atau justru kita menjunjung kedua-duanya kuantitas yang dibarengi kualitas? Mungkin dengan segera kita akan menjawab bahwa GMKI mengutamakan kualitas dan kuantitas, tanpa menyadari apa sebenarnya yang terjadi dalam pola pembinaan kader GMKI selama ini. Hal nyata yang bisa saya lihat sebagai realitas GMKI adalah GMKI sudah kekurangan atau bahkan kehilangan nilai jual organisasi. Sehingga dalam praktek open reqruitment keanggotaan mahasiswa ada hal-hal atau nilai lebih yang kita jual kepada calon anggota baru padahal kenyataannya nilai dan sifat itu sudah tidak dimilki GMKI lagi sekarang. Sehingga terkadang kita juga memberi pemaparan tentang cerita sukses para senior GMKI yang telah berkiprah dalam kancah nasional maupun regional dimana kita juga tidak sadar apakah idealism yang dulu dipegang teguh saat mahasiswa masih tetap melekat atau tidak lagi (jatuh dalam budaya KKN). Anehnya lagi walaupun kita sudah lelah dengan mengorbankan tenaga, waktu dan biaya lebih untuk mempresentasikan atau menjual GMKI ini bagi mereka calon anggota ternyata tetap saja sedikit yang mendaftar dan ikut maper. Menjadi menarik untuk diteliti apakah cara kita dalam membungkus konsep GMKI yang kurang menarik atau apakah para kawula muda yang sudah tidak tertarik lagi dengan dunia organisasi. Hal ini menjadi tantangan yang serius bagi para kader GMKI.

Ketika ada anggota baru masuk GMKI dan mau terlibat dalam pelayanan maka kita harus siap mendidik mereka dalam pola atau konsep pendidikan kader (PDSPK) agar mereka mampu menerjemahkannya dalam ketiga medan pelayanannya. Sudah saatnya kita merubah kebiasaan lama yang membiarkan anggota baru tanpa ada perhatian bagi mereka, pemahaman-pemahaman organisasi serta usaha-usaha dalam peningkatan intelektual, keimanan, dan ilmu lainnya merupakan konsepan yang harus kita budayakan dalam berGMKI. Pembenahan dan kemandirian GMKI tidak terlepas dari ide-ide kreatif setiap komunitas cabang, bagaimana setiap cabang mampu mengatur dan memanage setiap potensi dan sumber daya yang ada untuk kebutuhan cabang. Sehingga untuk setiap kegiatan kita tidak selalu “mengemis” pada senior atau bahkan memangkas program-program menjadi seminimal mungkin karena keterbatasan jumlah dana. GMKI Cabang Bandung sendiri mempunyai asset yang luar biasa yang tidak dimiliki oleh beberapa cabang yang lain. Selain tempatnya strategis tetapi juga mempunyai secretariat sendiri. Tapi itu menjadi biasa atau bahkan buruk ketika para kader-kader yang duduk dalam struktur kepengurusan berdiam diri tanpa memberdayakan asset potensial itu. Hal-hal seperti ini yang seharusnya kita jeli melihatnya. Lebih baik kita biarkan daripada merusaknya.

Melalui tema "Bangkitlah dan menjadi Taruk Bagi Bangsa (Yesaya 11:1-10), dengan sub Tema: Meningkatkan Integritas dan Loyalitas Kader dalam Mewujudkan Tri Panji serta Visi-Misi GMKI, memiliki tujuan/sasaran yaitu agar para peserta dapat memahami pentingnya kepedulian terhadap lingkungan sekitar, serta mampu bersikap yang tepat terhadap perubahan tersebut dengan tetap bersandar pada Alkitab , maka para kader harus memiliki pemahaman**:

1. Bahwa untuk menjadi taruk (stem, batang muda) yang bertumbuh dan berbuah bagi pribadi, keluarga, gereja, kampus, lingkungan dan bangsa, kader GMKI sudah seharusnya memiliki spiritualitas yang senantiasa dibaharui oleh Roh Kudus, serta senantiasa memperjuangkan track-record kehidupan yang jelas dan baik, sebagaimana hidup Kristus yang telah dinubuatkan oleh Nabi Yesaya.

2. Integritas, kejujuran, iman, kesetiaan dan cara pandang yang utuh, beserta nilai-nilai keutamaan lainnya yang dikandung pada perikop Yesaya 11: 1-11 menjadi nilai-nilai pokok Kekristenan sebagai fondamen utama kader GMKI dalam mengupayakan serta merevitalisasi perannya sesuai konteks tantangan dan peluang kehidupan masa sekarang dan ke depan.

3. Untuk dapat bangkit menjadi taruk bagi bangsa, tentu setiap kader GMKI melalui proses. Yang memungkinkan kader GMKI mampu mengelola perubahan yang sedemikian cepat pada masa sekarang di segala lini. Sehingga semakin dimampukan Tuhan menjadi alatNya menghadirkan perdamaian, keadilan (justice), kesejahteraan dan keutuhan ciptaan sebagaimana digambarkan bagian akhir perikop nats. Aplikasinya mulai dari domain terkecil di lingkungan pribadi keluarga, gereja dan kampus, hingga domain yang lebih luas di tengah masyarakat bangsa, dunia sosial-politik dan percaturan global.

4. Komitmen untuk taat dan setia pada kebenaran firman Tuhan sangat diperlukan dalam menjalani proses pembinaan dari Allah, dimana Allah dapat memakai media apa saja untuk membina dan mengkader/memuridkan anak-anakNya. Paradigma, mindset, pengetahuan, skills, moral dan perilaku kita akan semakin ditambahkan dari sehari ke sehari, termasuk lewat dinamika yang berkembang saat terlibat dalam organisasi GMKI berikut berbagai interaksi dengan komunitas lingkungan lainnya.

5. Dengan demikian, harapannya setiap kita memiliki sikap proaktif, solidaritas terhadap kondisi yang tidak sesuai dengan kondisi yang seharusnya. Tentu saja sikap tersebut harus dilandaskan pada firman Tuhan seperti teladan tokoh Yesaya dan Yehuda yang tetap bersandar kepada Tuhan dalam berbagai krisis yang dihadapi saat itu. Sikap menjaga kesatuan dan keutuhan, sesuai motto GMKI sejak awal "Ut Omnes Unum Sint" masih sangat relevan dipelihara dan dipertahankan, apalagi dalam konteks pergumulan dan krisis bangsa yang tidak mudah untuk dilalui pada masa-masa sekarang.

Memenuhi pernyataan awal, organisasi ideal ialah jika ia menjadi dirinya, maka memaknai GMKI yang ideal berarti melakukan refleksi atas sejarah kediriannya. GMKI menjadilah pelopor..., GMKI menjadilah suatu pusat sekolah latihan (Leerschool)…,GMKI menjadilah gemainschaft…, inilah prinsip dasar membangun GMKI yang ideal itu, yakni GMKI மேஞ்சடில்.

Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor