Rabu, 20 Juni 2012

Etos Batak Kristen, Fraktal Batak, dan Kepemimpinan Gerejawi

Oleh JANSEN SINAMO Disampaikan pada Seminar Nasional bertajuk “Pasca Jubelium 150 Tahun HKBP dan Kepemimpinan Gerejawi”, di Aula STT HKBP Nommensen, Pematangsiantar, 8 Juni 2012 SECARA KULTURAL etos adalah sebab utama di balik keberhasilan suatu masyarakat: mencakup falsafahnya, ideal-idealnya, serta nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang memandu perjuangan hidup mereka. Secara sosial etos tersebut terutama tampil sebagai seperangkat perilaku positif, etika dan etiket antarmanusia, serta kebiasaan hidup produktif yang menjadi pondasi sekaligus instrumen keberhasilan mereka, yang juga sebagai penanda kelas sosial mereka. Dalam kaitan inilah lazim dibicarakan etos Protestan di Barat dan etos Bushido di Timur. Kedua bangsa pemilik etos tersebut—Jerman dan Jepang—juga selalu menjadi contoh klasik kemajuan bangsa yang berbasiskan etos.[1]
Sayangnya, hingga kini etos Batak Kristen belum pernah dipelajari dan dirumuskan orang secara Weberian, sebagaimana Max Weber dahulu (1905) mengkaji dampak keluhuran-keluhuran teologis yang diajarkan para reformator gereja sejak 1517 yang menjelma menjadi etos Protestan yang tersohor, yang secara koinsidental oleh Weber juga disebut sebagai semangat kapitalisme awal di Barat. Maka, demi memenuhi permintaan panitia seminar ini, saya berusaha merumuskan etos Batak Kristen secara non-Weberian—kemudian mengaitkannya dengan konsep kepemimpinan gerejawi—melalui penggunaan teori fraktal, yang beberapa dekade belakangan ini sangat luas dipakai untuk menjelaskan berbagai fenomena acak, nonlinier, dan kompleks.[2] Fraktal: Dari Matematika ke Sosiologi Fraktal (dari bahasa Latin “fractus” artinya patahan atau retakan) aslinya berarti sebuah besaran geometris berbentuk kurvatur di mana setiap bagiannya memiliki karakter yang sama pada berbagai dimensinya. Dikatakan sederhana: fraktal adalah bentuk primordial yang berulang terus menerus menuju skala yang lebih besar, dan sebaliknya. Dikatakan berbeda: fraktal adalah kuantitas yang memiliki sifat self-similarity yang berlangsung secara progresif ke semua penjuru. Fraktal banyak digunakan dalam pemodelan struktur-struktur yang tidak beraturan—sistem kompleks umumnya—seperti garis pantai, kontur pegunungan, atau hamparan awan di mana bentuk dasar yang amat mirip selalu berulang secara progresif. Fraktal memang ampuh menjelaskan berbagai fenomena acak seperti turbulensi arus sungai yang menukik, progres penyempurnaan jaringan saraf di otak, atau proses pembentukan galaksi di alam semesta ini. Dengan mengetahui fraktal sebuah fenomena, maka apa yang acak tidak lagi membingungkan, tetapi justu terlihat polanya, yang sesungguhnya juga teratur. Dengan teknologi fraktal kita bisa menemukan keteraturan dalam keacakan, dan menciptakan keteraturan dari kekacauan. Fraktal adalah sebuah sub-cabang matematika: geometri fraktal namanya. Fraktal tergolong ilmu yang relatif baru, bekembang pesat sejak 1975. Pengguna awalnya adalah fisika karena di alam ini gejala acak dan kompleks sangat banyak dijumpai seperti perubahan cuaca, peluruhan radioaktif, atau eskalasi gempa bumi. Belakangan, diikuti pula oleh kimia, biologi, dan ekonomi. Yang terakhir ini misalnya dalam prediksi harga-harga saham di pasar modal yang pergerakannya selalu acak alias tidak teratur. Menurut saya, fraktal juga cocok dipakai dalam sosiologi, karena fenomena sosial pun pada dasarnya bersifat non-deterministik, non-linier, dan serba acak, namun memiliki karakter self-similarity, perulangan faktor yang mirip. Dan dalam artian inilah etos Batak hendak dirumuskan melalui penemuan fraktal Batak, yaitu tema primordial yang selalu berulang dalam masyarakat Batak. Temanya memang sama (very similar) tetapi perwujudannya selalu unik pada masing-masing orang Batak yang secara keseluruhan menampilkan keberagaman (diversitas, kebhinekaan) masyarakat Batak itu sendiri. Fraktal Raja dalam Kebudayaan Batak Dengan analisis wacana sepintas saja, tampak jelas bahwa raja adalah fraktal orang Batak. Artinya, secara wacana konsep raja adalah pikiran utama dalam kebudayaan Batak. Ibarat as roda, seluruh hidup orang Batak berputar abadi mengelilingi konsep raja. Dalam struktur sosialnya semua orang Batak adalah raja: hula-hula, dongan tubu, dan boru. Dalam acara dan upacara adat Batak yang serba trilateral itu, selalu terdengar panggilan, misalnya: Raja Simanjuntak, Raja Panjaitan, dan Raja Tampubolon. Mereka pun saling menyapa: raja nami, raja bolon, amanta raja, atau horas di raja i, sambil menyebut diri mereka anak ni raja dan boru ni raja; sebab kalau bukan anak ni raja, seorang Batak pastilah anak ni hatoban. Secara tradisional, raja adalah orang merdeka, memiliki tanah leluhur, rumah adat bersama, dan kampung asal primordial (bona ni pasogit), di samping punya silsilah resmi (tarombo) yang bisa dirunut hingga ke leluhur perdana orang Batak, lazim disebut Si Raja Batak. Secara profesional, seorang raja adalah tokoh utama atau orang pertama. Maka kita mengenal gelar raja ihutan (kepala wilayah di masa kolonial), raja bondar (ketua yang mengurusi soal irigasi desa), raja parhata (juru bicara utama dalam sebuah acara adat), atau raja pahobas (pimpinan regu logistik dalam sebuah hajatan). Secara material, seorang raja ditandai dengan kemampuannya sebagai parbahul-bahul na bolon, paramak so balunon, parsangkalan so mahiang, artinya orang yang berkemakmuran. Dan lebih dari sekadar berkemakmuran: ia haruslah seseorang yang berjiwa kaya, murah hati, dan senang berbagi. Inheren dalam pengertian raja adalah perilaku sosio-kultural yang luhur: khususnya bersikap benar dan hormat (somba), saksama dan berlaku adil (manat), serta persuasif dan berbelas kasih (elek). Ketiganya adalah perilaku kardinal dalam adat budaya Batak yang masing-masing dapat diterjemahkan menjadi puluhan perilaku luhur lainnya. Sering pula perilaku luhur itu dinyatakan secara puitik-simbolik, misalnya dalam ungkapan parhatian sibola timbang, parninggala sibola tali; pamuro so marumbalang, parmahan so marbotahi (pemegang neraca yang setimbang, penarik bajak yang lurus; penjaga padi tanpa umban, gembala kerbau tanpa pecut). Seluruh perilaku ideal orang Batak, termasuk tri-kardinal tadi: somba, manat, elek; sesungguhnya dapat disublimasikan menjadi satu saja: raja! Artinya, setiap orang Batak wajib berperilaku rajani dan diraja (royal) terhadap hula-hula, dongan tubu, dan boru; termasuk dongan sahuta, bahkan terhadap semua orang. Mencuri pun, jika terpaksa, orang Batak haruslah bersikap rajani; istilah aslinya: tangko raja. Jadi, meskipun dalam sejarahnya bangso Batak tidak pernah formal berkerajaan seperti monarki Jawa, Inggris, atau Belanda, tetapi orang Batak umumnya sangat terobsesi menjadi raja, yakni menjadi tokoh utama yang tampil mulia, berperilaku secara diraja, dan ingin diperlakukan dengan rajani: mulia, agung, dan penuh kehormatan. Ketika semangat (spirit, ethos) rajani ini berkolaborasi dengan bakat dan talenta individual anak-anak Batak, umumnya disertai dengan munculnya kesempatan yang exploitable dan menjanjikan, maka lahirlah daya juang besar nan visioner: menjadi raja! Dan lewat proses panjang, orang-orang Batak itu pun akhirnya menjadi raja tekstil (misalnya TD Pardede), raja surat kabar (misalnya GM Panggabean), raja asuransi (misalnya KM Sinaga), raja sawit (misalnya DL Sitorus), atau raja fotografi (misalnya Edward Tigor Siahaan). Juga tentu: raja parhata, raja parlapo, bahkan raja napogos. Dalam konteks masyarakat global di abad ke-21 ini, kita tentu membutuhkan lahirnya ribuan raja Batak lainnya: raja catur, raja gitar, raja sulim, raja tinju, raja monsak, raja ban, raja solar, raja listrik, raja komputer, raja ikan, raja kapal, raja farmasi, raja real estate, raja parjamita, raja parende, raja parengge-rengge, raja panurat, raja panuturi, dan sebagainya dan seterusnya; tidak hanya pada tingkat lokal di Tanah Batak, tetapi juga level nasional bahkan internasional. Untuk itu, patutlah kita berdoa dan bekerja keras: kiranya raja-raja baru dari bangso Batak semakin bermunculan: yakni orang nomor wahid di bidangnya, berkemakmuran secara material, berbudi luhur nan rajani, serta berperilaku mulia nan diraja, di mana mereka pun berada. Universal diterima: raja seperti inilah yang dimaksud dengan pemimpin, termasuk pemimpin gerejawi. *** Orang Batak Kristen: Kawula Kerajaan Allah Kebetulan atau tidak, konsep utama agama Kristen adalah Kerajaan Allah. Inilah tema besar Perjanjian Baru, yaitu tujuan kedatangan Kristus ke dunia, seperti diungkapkan Yesus sendiri: Aku harus memberitakan Injil Kerajaan Allah sebab untuk itulah Aku diutus (Luk. 4:43).[3] Kerajaan Allah adalah ruang-waktu, keadaan atau kondisi pada mana kehendak Allah berlaku seratus persen, yaitu sebuah tata kehidupan dimana pemerintahan Allah berlangsung secara penuh, seperti yang diharapkan Yesus dalam doa yang diajarkan-Nya kepada para rasul: Bapa kami yang di sorga, dikuduskanlah nama-Mu, datanglah kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga. Jelas betul di sini, Yesus mau agar kehendak Bapa-Nya, Sang Raja Sorga, berlaku sepenuhnya di bumi. Dan selama masa pelayanan-Nya yang pendek di bumi, Yesus terus berbuat dan bekerja mewujudkan kehendak Bapa-Nya sehingga orang buta melihat, orang lumpuh berjalan, orang kusta ditahirkan, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, dan kepada orang miskin diberitakan kabar baik; serta setan-setan diusir dengan kuasa Roh Allah (Mat. 11:5; 12:28). Kerajaan Allah sudah datang! Begitulah Yesus memaknai seluruh pekerjaan-Nya, sekaligus menjawab murid-murid Yohanes Pembaptis yang diutus menanyai ihwal kemesiasan-Nya. Sejarah menunjukkan, itu juga yang dikerjakan para pemberita Injil awal di Tanah Batak sekitar 150 tahun silam sehingga orang Batak kelak mengakui: mereka telah berpindah dari kegelapan kepada terang. Dan sesungguhnya , itu pula yang wajib dikerjakan HKBP (dan gereja apa pun) di dunia ini: mewujudkan Kerajaan Allah di bumi dengan format dan bentuk yang lebih relevan dan kontekstual. *** Datangnya Kerajaan Allah pertama kali diwartakan oleh Yohanes Pembaptis dengan seruan untuk segera bertobat dan memberi diri dibaptis. Kata Yohanes: Bertobatlah, sebab Kerajaan Sorga sudah dekat! (Mat. 3:2). Dalam Alkitab versi bahasa Indonesia sehari-hari (BIS) kalimat di atas diterjemahkan begini: Bertobatlah dari dosa-dosamu, karena Allah akan segera memerintah sebagai Raja! Seruan itu pula yang dikatakan Yesus sesegera Ia tuntas berpuasa 40 hari 40 malam dan memenangi pencobaan Iblis di gurun. Maka Yesus pun segera tampil di Galilea dan berseru dengan lantang: Bertobatlah dari dosa-dosamu, karena Allah akan segera memerintah sebagai Raja! (Mat. 4:17; BIS). Wujud Kerajaan Allah bagi Yesus—kita tahu lewat perumpamaan, pengajaran, dan perbuatan-Nya—ialah hadirnya kenyataan-kenyataan baru: orang lemah dikuatkan, orang lelah disegarkan, orang sengsara dihiburkan, orang lapar diberi makan, orang kusta ditahirkan, orang lumpuh diberdayakan, orang sakit disembuhkan, orang kerasukan dilepaskan, orang mati dibangkitkan, orang jahat bertobat kembali, orang buta dapat melihat, orang kecil diberi peranan, orang hina martabatnya dipulihkan, dan banyak lagi; semuanya oleh kuasa Roh Allah. Dan dengan meneliti ucapan-ucapan Yesus tentang bagaimana seharusnya kawula Kerajaan Allah bersikap dan berperilaku (baca: menampilkan etos baru dalam hidup mereka) maka paling sedikit kita dapat menemukan delapan kelompok etos sebagai berikut ini: (1) tulus dan berbelas kasih, (2) jujur dan bertanggung jawab, (3) serius dan bersungguh-sungguh, (4) gigih dan sepenuh hati, (5) penyayang dan penuh kasih, (6) cerdik dan penuh hikmat, (7) teliti dan berketekunan, serta (8) melayani dan rendah hati. Secara adjektiva, inilah yang saya sebut sebagai Delapan Etos Kerja Kristiani. Dan bila dinyatakan secara nomina, inilah delapan nilai utama (core values) Kerajaan Allah. Mudah memahami mengapa kita harus mencari Kerajaan Allah terlebih dahulu dibandingkan dengan yang lain, sebab kedelapan nilai utama inilah sumber segala sesuatu bagi kehidupan yang penuh sukacita dan damai sejahtera. Dan kata Yesus tentang hal ini: bila Kerajaan Allah menjadi fokus utama dan prioritas pertama dalam seluruh perjuangan hidup orang Kristen—yaitu mencari dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya—maka semua soal-soal lain, termasuk keuangan dan ekonomi, sandang dan pangan, sosial dan kultural, akan ditambahkan-Nya kepada semua kawula kerajaan-Nya (Mat. 6:33); dan tentu saja dengan berkelimpahan sesuai dengan kekayaan kemurahan-Nya: yakni suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaan mereka (Luk. 6:38a). Gereja dan Kerajaan Allah Gereja yang merupakan Tubuh Kristus adalah jemaat (assembly, conggregation) dalam Kerajaan Allah. Perlu pula ditegaskan bahwa gereja adalah satu-satunya institusi yang didirikan Kristus, yang untuk menjadi anggotanya seseorang perlu menyatakan iman secara formal kepada Yesus, memberi diri dibaptis (Mat. 28:19), serta aktif berpartisipasi dalam sebuah persekutuan iman dan kasih dalam nama Bapa, Putra, dan Roh Kudus (1Yoh. 1:3; Ibr. 10:25). Kata Paulus kemudian: Kamu semua adalah tubuh Kristus dan kamu masing-masing adalah anggotanya (1Kor. 12:27). Sebelumnya, Yesus sendiri yang mendirikan jemaat itu ketika pada suatu kesempatan Ia berkata kepada Simon bin Yohanes, disaksikan murid-murid yang lain, ”Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya” (Mat. 16:18). Dan tidak hanya itu, Yesus yang sekaligus kepala jemaat itu, juga memberikan rasul-rasul maupun nabi-nabi, pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala, dan pengajar-pengajar untuk memperlengkapi orang-orang kudus (baca: anggota jemaat) bagi pekerjaan pelayanan, yakni bagi pembangunan jemaat, sehingga semua mencapai kepenuhan Kristus, dan setiap anggota sesuai dengan kadar pekerjaannya menerima pertumbuhannya dan membangun dirinya dalam kasih (Ef. 4:11-16). Dari dalam persekutuan iman inilah jemaat dipanggil ke luar (ekklesia) untuk mewartakan dan mengaktualisasikan Kerajaan Allah di dunia—dengan ora et labora—seperti yang ditegaskan Rasul Petrus: Tetapi kamulah bangsa yang terpilih, imamat yang rajani, bangsa yang kudus, umat kepunyaan Allah sendiri, supaya kamu memberitakan perbuatan-perbuatan yang besar dari Dia, yang telah memanggil kamu keluar dari kegelapan kepada terang-Nya yang ajaib (1Ptr. 2:9); sehingga sesudah menikmati seluruh berkat dan karunia Allah di dalam Kristus, orang Kristen wajib meneladankan semangat Kristus ketika melayani masyarakat, menampilkan diri sebagai duta Kerajaan Allah bagi dunia (1Ptr. 2:10-22), sehingga Kerajaan Allah berkembang semakin luas, baik cakupannya (scope, territory, area) maupun pengaruhnya (force, power, influence), bagi tegaknya kebenaran, terselenggaranya damai sejahtera, dan berlimpahnya sukacita oleh Roh Kudus (Rm. 14:17) bagi semua orang di dunia, termasuk warga HKBP di mana saja. Jelas sudah, demi perwujudan Kerajaan Allah inilah raja-raja Batak yang kawula Kerajaan Allah harus bekerja keras seraya menampilkan kepemimpinannya dengan berkualitas. *** TENTANG PENULIS JANSEN SINAMO sehari-hari lebih dikenal sebagai guru etos yang rajin menulis dan berbicara tentang etos kerja profesional sejak lebih dari sepuluh tahun silam. Pria kelahiran Sidikalang ini awalnya bekerja sebagai seismic engineer selepas menamatkan studinya dari Jurusan Fisika, Institut Teknologi Bandung. Tetapi minatnya pada bidang kemasyarakatan kemudian mengubah karirnya dan bergabung dengan Dale Carnegie Training, sebuah lembaga sumber daya manusia yang berbasis di New York. Pada tahun 2000 ia mendirikan Institut Mahardika dan memulai debutnya sebagai guru etos di negeri ini. Kolomnis harian KOMPAS ini hingga kini telah menulis 12 buku: Teologi Kerja Modern dan Etos Kerja Kristiani; Sains, Etika, dan Keluhuran; 8 Etos Kerja Profesional; 8 Etos Keguruan; Kafe Etos; Kepemimpinan Kredibel Kepemimpinan Visioner; Mengubah Pasir Menjadi Mutiara; Strategi Adaptif Abad Ke-21; Berselancar di Atas Gelombang Perubahan; Dampak Operasi PT Inti Indorayon Utama terhadap Lingkungan Danau Toba; Dairi dalam Lintasan Sejarah; serta Dairi: The Hidden Prosperity; dan bermaksud menulis lebih banyak buku lagi di masa depan. Pria berkaca mata ini telah dikaruniai dua orang anak, Imanda Priskila Sinamo (22 tahun) dan Marco Antonio Carnegie Sinamo (20 tahun), buah pernikahannya dengan Tri Handayani Koosman. Mereka sekeluarga berjemaat di GKPPD Cililitan, dan bertempat tinggal di daerah Pulogebang, Jakarta Timur. Untuk keperluan profesional, ia bisa dihubungi melalui situsnya di www.8etos.com atau kantornya di 021-480-1514 dan 0811-940-709. ________________________________________ [1] Salah satu pengertian etos adalah seperti yang tertulis dalam http://dictionary.reference.com: “ethos (sociology) the fundamental character or spirit of a culture; the underlying sentiment that informs the beliefs, customs, or practices of a group or society; dominant assumptions of a people or period: In the Greek ethos the individual was highly valued.” [2] Istilah "fraktal" pertama kali digunakan oleh ahli matematika Prancis, Benoît Mandelbrot, pada tahun 1975. [3] Saya menduga, mudahnya orang Batak menerima agama Kristen yang diwartakan para misionaris Jerman sekitar 150 tahun silam, adalah karena afinitas konsep raja dan kerajaan ini dalam budaya Batak dan agama Kristen itu sendiri. Tentu hal ini masih harus diteliti oleh para sosiolog agama di masa depan.

Tidak ada komentar:

Translate
TINGGI IMAN - TINGGI ILMU - TINGGI PENGABDIAN

Visitor