Pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU No 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta ketrampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Waah sekilas membaca kalimat ini, sungguh “dewa”
sekali maknanya tapi miskin dalam realita pendidikan. Apalagi jika dilanjutkan
lagi dengan membaca isi Pasal 3 UU tersebut yang menyatakan. “Pendidikan
Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap
keatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggungjawab”.
Waahh saya seakan-akan tidak sedang berada di Indonesia ketika membaca bagian
ini karena realitanya tidak seperti itu yang terjadi di Republik ini.
Baru-baru ini kita dihebohkan oleh berita bahwa
perekrutan anggota NII dilakukan di kampus-kampus yang nota bene menjadi pusat
“pembentukan” karakter bangsa, hal ini sebagai bukti real bahwa tujuan
pendidikan di kampus sudah lumpuh dan hampir hilang dipengaruhi oleh gerakan
radikal. Bahkan gejala sosial yang berkembang saat ini adalah tawuran pelajar,
bentrok antar kampong, korupsi dan kolusi, demo dengan pengrusakan fasilitas
umum, pembobolan atm/rekening nasabah, dan berbagai perbuatan amoral lainnya.
Beberapa hari yang lalu saya mengunjungi kantor
kemdiknas dan saya perhatikan di beberapa sudut ruangan poster yang bertuliskan
“PENDIDIKAN KARAKTER BANGSA” sebagai jargon Hardiknas tahun ini. Saya kira itu
sangat bagus, tapi kembali lagi jangan hanya menjadi wacana dan nol dalam tahap
implementasi. Pendidikan karakter bangsa tidak akan pernah bisa terbentuk hanya
dengan pengadaan seminar-seminar yang dibuat oleh kemdiknas, saya kira
program-program yang dibuat harus membumi dan menjadi mudah dalam tahap
implementasi oleh segenap pihak yang berkepentingan dalam dunia pendidikan.
Jika mengacu pada tujuan pendidikan UU SISDIKNAS diantaranya, membentuk “akhlak
mulia” dan “kekuatan spiritual keagamaan”, bagaimanakah kita mendefenisikan
satuan tujuan tersebut? Bagaimanakah kiranya kondisi seseorang yang memiliki
akhlak mulia? Siapakah gerangan di negara ini yang memiliki akhlak mulia dan
kekuatan spiritual keagamaan? Menuangkan pemikiran dalam tahapan konsep dan
menuliskannya begitu gampang, tapi siapakah yang bertanggungjawab dalam
implementasi program? Implikasinya adalah bahwa pemangku kepentingan belum
merancang, melaksanakan, mengevaluasi, dan memperbaiki program penyelenggaraan
pendidikan karakter bangsa.
Untuk itu melalui tulisan singkat ini ada beberapa
point usulan yang saya ajukan yaitu:
1. Upaya pemerintah yang bertujuan membentuk karakter
bangsa saya kira belum optimal, tapi hal ini perlu didorong demi mencapai Indonesia yang lebih baik;
2. Kesadaran tentang perlunya membangkitkan kembali
karakter bangsa yang lebih kokoh dan sesuai dengan jati diri bangsa sebagaimana
diamanatkan Pancasila dan UUD 1945 harus segera digalakkan;
3. Kewenangan penyelenggaran pendidikan di daerah
diharapkan dapat meningkatkan mutu
pendidikan daerah dan Indonesia pada umumnya dalam menghadapi persaingan
global;
4. Perlu ada sinergi
yang kuat antara Pemerintah Pusat dan daerah dalam perencanaan dan penguatan
pendidikan karakter, dan mewujudkan peran Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar